Dalam kurun dua tahun terakhir, banyak hal telah berubah. Pelajar terpaksa sekolah jarak jauh, pekerja nggak bisa datang ke kantor, dan sektor usaha banyak yang terpuruk bahkan sampai harus gulung tikar. Semua terjadi begitu saja sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia, dan sejumlah aturan yang membatasi ruang gerak ditegakkan demi memutus mata rantai penyebaran virus.
Sama seperti para pelajar dan pekerja yang harus segera beradaptasi dengan kebiasaan baru, yaitu melakukan rutinitas secara online dari rumah, pengusaha khususnya usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) pun segera menjadikan internet dan teknologi informasi (TI) sebagai salah satu modal bertahan di tengah pandemi.
Seperti diketahui, sejak awal pandemi hingga kini, pemasaran konvensional di ranah offline bagi para pelaku usaha masih belum bisa berjalan optimal. Ini karena pandemi Covid-19 belum sepenuhnya pergi, meski kondisinya kian terkendali. Sebagai gantinya, instrumen digital kini jadi andalan untuk pemasaran dan meningkatkan penjualan.
Diliriknya internet dan TI oleh para pelaku usaha hari ini karena hasil yang bisa didapatkan cukup menjanjikan untuk bertahan dan bahkan berkembang. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 5,76 persen perusahan mulai mengandalkan internet dan TI untuk pemasaran saat pandemi merebak di Indonesia.
Adapun sebelum pandemi, data tersebut mencatat sebanyak 47,75 perusahaan ternyata sudah menggunakan internet dan TI, sementara sebanyak 46,5 persen diketahui tidak menggunakannya.
Nah, dari sekian banyak perusahaan yang telah dan baru memulai menggunakan internet dan TI, diketahui bahwa mereka dapat bertahan di masa pandemi. Bahkan nggak sedikit dari perusahaan atau UMKM yang berhasil mendulang rupiah berlipat-lipat melalui penggunaan internet dan TI.
Diah Arfianti adalah salah satu pengusaha yang merasakan betapa internet dan TI sangat membantu usahanya bertahan di masa pandemi. Perempuan asal Surabaya pemilik Diah Cookies ini telah memulai usaha sejak tahun 2010 dan bergabung dengan program pemberdayaan ekonomi perempuan “Pahlawan Ekonomi” inisiasi Tri Rismaharini yang kini menjabat sebagai Menteri Sosial Republik Indonesia, untuk dapat memaksimalkan usahanya di dunia digital.
Adapun dalam program Pahlawan Ekonomi, Diah mulai mempelajari digital marketing dari nol. Semua ilmu dari program tersebut yang kemudian membantu Diah untuk menjalankan usaha di tengah pandemi. Dalam hal ini, internet telah jadi tulang punggung usahanya, dan konektivitas terasa betul manfaatnya untuk memperluas pasar.
Dijelaskan sebelumnya Diah hanya menggunakan instrumen digital untuk usahanya sekitar 30 persen, dan sisanya 70 persen dilimpahkan kepada aktivasi offline seperti bazar, pameran, dan lainnya. Namun, dalam perjalanannya, Diah mendapati sekitar 80 persen pendapatan berasal dari penjualan online, dan hanya 20 persen yang dari penjualan offline.
Aktivasi digital yang dilakukan Diah pun membuat usahanya makin dikenal kalangan luas. Tercatat produk Diah Cookies sudah pernah di-review oleh sejumlah selebritas kenamaan Tanah Air, sebut saja Raisa, Nagita Slavina, Daniel Mananta, Ersa Mayori, hingga Irish Bella. Hal ini hanya bisa dicapai karena internet dan TI.
Kisah singkat di atas hanyalah satu dari sekian banyak cerita tentang bagaimana internet dan TI dapat membantu pelaku usaha untuk bertahan dan berkembang di masa pandemi. Satu dari sekian banyak cerita tentang bagaimana pelaku usaha harus bisa beradaptasi dengan keadaan, nggak berputus asa dengan terus belajar, dan mencari cara untuk bekerja lebih cerdas, produktif serta efektif.
Namun, perlu dicatat kalau apa yang dijalankan Diah Cookies dan banyak pelaku usaha lainnya dengan instrumen digital, hanya bisa dilakukan dengan adanya akses internet. Ini menjadi catatan penting bagi penyedia layanan internet, karena hasil riset Enciety Business Consult mengungkap internet semakin dibutuhkan oleh masyarakat, sementara penyediaan jaringan internet masih belum merata.
Yup, penyediaan jaringan internet saat ini belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Padahal, seperti telah disinggung, internet dan TI hari ini punya peranan penting untuk menunjang aktivitas belajar, bekerja, berbisnis hingga untuk rekreasi. Saat ini ketersediaan fixed broadband hanya sebesar 9,66 juta, atau sekitar 3,60 persen dari total populasi penduduk Indonesia.
Perlu diketahui bahwa sebagian besar penyedia jaringan internet cenderung hanya membangun jaringan fiber-nya di lokasi-lokasi yang menguntungkan secara bisnis. Tercatat baru Telkom melalui layanan fixed broadband andalannya, IndiHome, yang telah menjalankan peran menyediakan jaringan internet dari Sabang sampai Merauke.
Nggak hanya sekadar menyediakan jaringan internet, IndiHome juga menyediakan beragam kecepatan internet yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan setiap aktivitas masyarakat. Melalui aksi nyata untuk pemerataan akses internet di Indonesia, IndiHome berhasil menguasai 85,4 persen market share layanan fixed broadband di Indonesia sampai akhir tahun 2020. Angka tersebut lebih tinggi dibanding market share penyedia layanan internet fixed broadband lain seperti FirstMedia yang hanya 6,9 persen, myRepublic 2,8 persen, Biznet 2,5 persen, dan MNC Play 1,7 persen.
Adapun untuk jangkauannya, IndiHome hingga kuartal ketiga 2021 (Q3 2021) tercatat telah menjangkau 96,5 persen kabupaten/kota, atau sebanyak 496 dari 514 kabupaten/kota di Indonesia. Angka tersebut mencakup jangkauan IndiHome ke sejumlah pulau terluar Indonesia, seperti Bintan, Karimun, Kei, Alor, Simeulue, Weh, Sebatik, Rote, Sabu dan Nusa Penida.
Apa yang telah dan akan terus dilakukan IndiHome, yakni mengupayakan pemerataan akses internet bagi seluruh masyarakat Indonesia, diharapkan dapat diikuti oleh penyedia layanan internet lainnya, terkhusus dalam menggarap pasar di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T) di Indonesia. Karena seperti bisa sama-sama dilihat, internet dan TI dapat membuka banyak peluang, salah satunya seperti telah diraih oleh pengusaha seperti Diah Arfianti.
WhatsApp us